Selasa, 08 Desember 2009

KONSEP SEHAT SAKIT

A. Definisi Sehat

Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spritual.

Menurut WHO (1947) sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).

Definini WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman & Mandle, 1994).

  1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
  2. Memandang sehat dengan mengindentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
  3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

UU No.23, 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produkticfitas secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental, dan sosial dan didalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologi, intelektual, spiritual dan penyakit) dalam mempertahankan kesehatannya.

B. Model Sehat Sakit

  1. Motel Rentang Sehat-Sakit (Neuman)

Menurut Neuman (1990) sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejatheraan klien pada waktu tertentu, yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal, dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang menandakan habisnya energi total.

Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, intelektual sosial, perkembangan dan spiritual yang sehat.

Sedangkan sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.

Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan sesuai titik-titik tertentu pada skala rentang sehat sakit.

Dengan model ini perawat dapat menentukan tikat kesehatan klien sesuai dengan rentang sehat sakitnya. Sehinggi faktor resiko klien yang merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan dalam mengindentifikasi tingkat kesehatan klien.

Faktor-faktor resiko itu meliputi variabel generik dan psikologis.

1. Kekurangan model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang itu (kesejahteraan tingkat tinggi - kematian). Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesejahteraan sebelumnya sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

2. Model kesejahteraan tingkat tinggi (Dunn)

Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku. Pada pendekatan model ini perawat melakukan intervensi keperawatan yang dapat membantu klien mengubah perilaku tertentu yang mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan. Model ini berhasil diterapkan untuk keperawatan lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.

3. Model Agen – Penjamu – Lingkungan (Leavel at all)

Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan oleh hubungan dinamis antara agen, penjamu dan lingkungan.

Agen : Berbagai faktor internal-ekternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis atau psikososial.

Jadi agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan kesehatan (nutrisi).

Penjamu : Seseorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu. Faktor penjamu antara lain : situasi atau kondisi fisik dan psikososial yang menyebabkan seseorang yang beresiko menjadi sakit misalnya : riwayat keluarga, usia, gaya hidup.


Lingkungan : Seluruh faktor yang ada diluar penjamu.

· Lingkungan fisik : tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal, penerangan, kebisingan.

· Lingkungan sosial : hal-hal yang berkaitan denan interaksi sosial misalnya : stres, konflik, kesulitan ekonomi, krisis hidup. Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et al (1990) respon dapat meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan berasal dari interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan lingkunganya. Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum tentang berbagai penyebab penyakit.

4. Model Keyakinan-Kesehatan

Model keyakinan-kesehatan menurut Resenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan.

Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.

Terdapat komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain :

a. Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.

Misal : seorang klien perlu mengenal adanya penyakit koroner melalui riwayat keluarganya. Apabila kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.


b. Persepsi Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.

Dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis. Perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)

c. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil. Seseorang mungkin mengalami tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis atau mencari pengobatan medis.

Model ini membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, keyakinan dan perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan yang paling efektif untuk membantu klien memelihara dan mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit.

5. Model Peningkatan Kesehatan (Pender)

Dikemukakan oleh Pender (1982,1993,1996) yang dibuat menjadi sebuah model yang menyeimbangkan model perlindungan kesehatan.

Fokus dari model ini adalah menjelaskan keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan faktor pengubah).

Berdasarkan gambar diatas Model ini dapat :

· Mengindentifikasi berbagai faktor (demografi sosial) yang dapat meningkatkan atau menurunkan partisifasi untuk meningkatkan kesehatan.

· Mengatur berbagai tanda kedalam sebuah pola untuk menjelaskan kemungkinan munculnya partisipasi klien dalam perilaku peningkatan ksehatan.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keyakinan Dan Tindakan Kesehatan

1. Faktor Internal

a. Tahap Perkembangan

Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.

Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perencanaan tindakan.

Contohnya : secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau mengembangkan perilaku pencegahan penyakit.

b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan

Kenyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit, latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.

Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan sendirinya.

c. Persepsi tentang fungsi

Cara seorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa bahwa tingkat ksehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai masalah kesehatan berarti. Akibatnya keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cendrung berbeda-beda. Selain itu individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.

Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yaitu tentang cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat ketelitian, sesak napas, atau nyeri), juga data objektif yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan perawat merencanakan dan mengimplementasikan perawatan klien secara lebih berhasil.

d. Faktor Emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya.

Seorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cendrung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.

Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit.

Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Contoh: seseorang dengan napas yang terengah-engah dan sering batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak dapa menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak orang yang memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari pengobatan, sehingga mereka akan mengakui gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari pengobatan yang tepat.

e. Spritual

Aspek spritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya. Mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dengan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa orang sebagai satu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spritual.

Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu, sehingga perawat harus memahami dimesi spritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan

2. Faktor Eksternal

a. Praktik di Keluarga

Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasaya mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatannya.

Misalnya :

· Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi menjadi berat dan mereka segera mencari pengobatan, maka biasanya anak tersebut akan melakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.

· Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punyaa anak dia akan melakukan hal yang sama.

b. Faktor Sosioekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.

Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.

c. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi nilai dan kebiasaan individu termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi. Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan.

D. Sakit dan Perilaku Sakit

Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadi proses penyakit.

Oleh karena itu sakit dak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalani operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.

Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.

Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit

1. Faktor Internal

a. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami.

Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.

Misal: tukang kayu yang menderita sakit punggung jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.

Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja seorang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.

b. Asal atau Jenis Penyakit

Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.

Sedangkan pada penyakit kronik biasanya berlangsung lama (>6 bulan) penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.

2. Faktor Eksternal

a. Gejala Yang Dapat Diliha

Gejala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.

Misalnya : orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin momentar orang lain terjadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.

b. Kelompok Sosial

Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru menyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.

Misalnya: ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudara saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendiskusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny.A mungkin akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny.B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksa ke dokter.

c. Latar Belakang Budaya

Latar belakng budaya dan etik mengajarkan seseorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.

d. Ekonomi

Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada ganggunan pada kesehatannya.

e. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan.

Dekatnya jarak klien dengan Rumah Sakit, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.

Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.

f. Dukungan Sosial

Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll).

Juga menyediakan fasilitas olah raga seperti kolam renang, lapangan bola basket, lapangan sepak bola, dll.

Tahap-tahap Perilaku Sakit

1. Tahap 1 (mengalami gejala)

· Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ada sesuatu yang salah

· Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum mendukung adanya diagnosa tertentu.

· Persepsi individu terhadap suatu gejala melipui: (a) kesadaran terhdap perubahan fisik (nyeri, benjolan dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional.

· Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejala penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.

2. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)

· Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat.

· Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.

· Menimbulkan perubahan emosional seperti: menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung baratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan dan perkiraan lama sakit.

· Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari penlayanan kesehatan sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan → akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.

3. Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)

· Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang.

· Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. → klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.

· Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencana pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.

· Klien yang merasa sakit, tetapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan.

· Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsuangan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahw kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa engidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.

4. Tahap IV (Peran Klien Dependen)

· Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.

· Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.

· Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya → semakin parah sakitnya, semakin beba.

· Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikannya denga perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.

5. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitas)

· Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba. Misalnya penurunan demam.

· Penyembuhan yang tidak cepat, meyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya ada penyakit kronis.

Flowchart: Alternate Process: Tidak semua klien melewati tahap yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya denan kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam mengindentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif.


E. Dampak Sakit

1. Terhadap Perilaku dan Emosi

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.

Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikti perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan megalami penurunan tenaga atau kebaran untuk menghabiskan waktunya dalama kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah marah, dan leibh memilih menyendiri.

Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya dpat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri.

Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan kluarga terhadap stress, karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.

2. Terhadap Peran Keluarga

Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya seperi pencari nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.

Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama. Individu/keluarga lebih mudah beradaftasi dengan prubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.

Perubahan jangka pendek → klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka panjang → klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan “Tahap Berduka”.

3. Terhadap Citra Tubuh

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.

Reaksi klien/keluarga terhadap perubahan gambaran tubh itu tergangung pada :

· Jenis perubahan (mis; kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu).

· Kapasitas adaptasi

· Kecepatan perubahan

· Dukungan yang tersedia

4. Terhadap Konsep Diri

Konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambartan tubuh dan peran yang dimiliki tetapi juga tergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.

Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.

Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggota keluarga akan merubah interaksi mereka denan klien.

Misal: klien tidak lagi terlihat dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya → klien akan merasa kehilangan fungsi sosialnya.

Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan mengembangkan rencana perawatan yang membantu mereka menyelesaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.

5. Terhadap Dinamika Keluarga

Dinamika keluarga merupakan proses dimana keluarga melakukan fungsi. Mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.

Misal: jika salah saru orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan tertunda sampai mereka sembuh.

Jika penyakitnya berkepanjangan, sering kali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru sehinggi bisa menimbulkan stress emosional.

Misal: anak anak kecil akan merasa kehilangan yang besar jika slah satu orang tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka atau jika anaknya sudah dewasa maka sering kali ia harus menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar